Mengaktifkan Siswa Dalam Berguru :Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif (active learning) sepertinya telah menjadi pilihan utama dalam praktik pendidikan dikala ini. Di Indonesia, gerakan pembelajaran aktif ini terasa semakin mengemuka bersamaan dengan upaya mereformasi pendidikan nasional, sekitar selesai tahun 90-an. Gerakan perubahan ini terus berlanjut sampai kini dan para guru terus menerus didorong untuk sanggup menerapkan konsep pembelajaran aktif dalam setiap praktik pembelajaran siswanya.

Beberapa kalangan beropini bahwa inti dari reformasi pendidikan ini justru terletak pada perubahan paradigma pembelajaran dari model pembelajaran pasif ke model pembelajaran aktif.

Merujuk pada pemikiran L. Dee Fink dalam sebuah tulisannya yang berjudul Active Learning, di bawah ini akan diuraikan konsep dasar pembelajaran aktif. Menurut L. Dee Fink, pembelajaran aktif terdiri dari dua komponen utama yaitu: unsur pengalaman (experience), mencakup acara melaksanakan (doing) dan pengamatan (obeserving) dan dialogue, mencakup obrolan dengan diri sendiri (self) dan obrolan dengan orang lain 
(others) 

Dialog dengan Diri (Dialogue with Self) :

Dialog dengan diri ialah bentuk berguru dimana para siswa melaksanakan berfikir reflektif mengenai suatu topik. Mereka bertanya pada diri sendiri, apa yang sedang atau harus dipikirkan, apa yang mereka rasakan dari topik yang dipelajarinya. Mereka “memikirkan wacana pemikirannya sendiri, (thinking about my own thinking)”, dalam cakupan pertanyaan yang lebih luas, dan tidak hanya berkaitan dengan aspek kognitif semata.

Dialog dengan orang lain (Dialogue with Others) :

Dalam pembelajaran tradisional, ketika siswa membaca buku teks atau mendengarkan ceramah, intinya mereka sedang berdialog dengan “mendengarkan” dari orang lain (guru, penulis buku), tetapi sifatnya sangat terbatas alasannya ialah didalamnya tidak terjadi balikan dan pertukaran pemikiran. L. Dee Fink menyebutnya sebagai “partial dialogue“

Bentuk lain dari obrolan yang lebih dinamis ialah dengan membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil (small group), dimana para siswa sanggup berdiskusi mengenai topik-topik pelajaran secara intensif. Lebih dari itu., untuk melibatkan siswa ke dalam situasi obrolan tertentu, guru sanggup membuatkan cara-cara kreatif, contohnya mengajak siswa untuk berdialog dengan praktisi, ahli, dan sebagainya. baik yang berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas, melalui interaksi pribadi atau secara tertulis.

  • Mengamati (Observing) :

Kegiatan ini terjadi dimana para siswa sanggup melihat dan mendengarkan ketika orang lain “melakukan sesuatu (doing something)” , terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya. Misalnya, mengamati guru sedang melaksanakan sesuatu. Misalnya, guru olah raga yang sedang memperagakan cara menendang bola yang baik, guru komputer yang sedang membelajarkan cara-cara browsing di internet, dan sebagainya,

Selain mengamati peragaan yang ditampilkan gurunya, siswa juga sanggup diajak untuk mendengarkan dan melihat dari orang lain, contohnya menyaksikan penampilan bagaimana cara kerja seorang dokter ketika sedang mengobati pasiennya, menyaksikan seorang musisi sedang memperagakan kemahirannya dalam memainkan alat musik gitar, dan sebagainya. Begitu juga siswa sanggup diajak untuk mengamati fenomena-fenomena lain, terkait dengan topik yang sedang dipelajari, contohnya fenomena alam, sosial, atau budaya.

Tindakan mengamati sanggup dilakukan secara “langsung” atau “tidak langsung.” Pengamatan pribadi artinya siswa diajak mengamati acara atau situasi faktual secara langsung. Misalnya, untuk mempelajari seluk beluk kehidupan di bank, siswa sanggup diajak pribadi mengunjungi bank-bank yang ada di daerahnya. Sedangkan pengamatan tidak langsung, siswa diajak melaksanakan pengamatan terhadap situasi atau acara melalui simulasi dari situasi nyata, studi masalah atau diajak menonton film (video). Misalnya unruk mempelajari seluk beluk kehidupan di bank, siswa sanggup diajak menyaksikan video wacana situasi kehidupan di sebuah bank.

  • Melakukan (Doing):

Kegiatan ini menunjuk pada proses pembelajaran di mana siswa benar-benar melaksanakan sesuatu secara nyata. Misalnya, menciptakan desain bendungan (bidang teknik), mendesain atau melaksanakan eksperimen (bidang ilmu-ilmu alam dan sosial), menyelidiki sumber-sumber sejarah lokal (sejarah), menciptakan presentasi lisan, menciptakan cerpen dan puisi (bidang bahasa) dan sebagainya. Sama halnya dengan mengamati (observing), acara “melakukan” sanggup dilaksanakan secara pribadi atau tidak pribadi

Terkait dengan upaya mengimplementasikan konsep di atas, L. Dee Fink memberikan 3 (tiga) saran, sebagai berikut:

  • Memperluas jenis pengalaman belajar.

Buatlah kelompok-kelompok kecil siswa dan meminta mereka menciptakan keputusan atau menjawab sebuah pertanyaan terfokus secara berkala.
Temukan cara semoga siswa sanggup terlibat dalam banyak sekali obrolan otentik dengan orang lain, di luar teman-teman sekelasnya (di website, melalui email, atau dalam kehidupan nyata).
Dorong siswa untuk menciptakan jurnal pembelajaran atau portofolio belajar. Guru sanggup meminta para siswa untuk menuliskan wacana apa yang mereka pelajari, bagaimana mereka belajar, apa tugas pengetahuan yang dipelajarinya untuk kehidupan mereka sendiri, bagaimana hal ini menciptakan mereka merasa, dan sebagainya.
Temukan cara untuk membantu siswa semoga sanggup mengamati sesuatu yang ingin dipelajarinya, baik secara pribadi maupun tidak langsung.
Temukan cara yang memungkinkan siswa untuk benar-benar melaksanakan sesuatu yang dipelajarinya, baik secara pribadi maupun tidak langsung. 2. Mengambil manfaat dari “Power of Interaction.”

Dari keempat bentuk berguru di atas, masing-masing mempunyai nilai tersendiri, tetapi apabila keempat bentuk berguru tersebut (Dialogue with Self, Dialogue with Others, Observing, dan Doing) dikombinasikan secara tepat, maka akan sanggup menunjukkan efek berguru yang lebih kaya kepada para siswa.

Para pendukung Problem-Based Learning menyarankan kepada para guru untuk mengawalinya dengan acara “Doing”, dimana guru terlebih dahulu mengajukan banyak sekali duduk kasus faktual (real problem) untuk diselesaikan oleh siswanya. Kemudian, siswa diminta untuk berkomunikasi dan berkonsultasi dengan rekan-rekan sekelompoknya (Dialogue with Others) untuk menemukan cara-cara terbaik guna memecahkan duduk kasus faktual yang telah diajukan. Setelah para siswa saling berkomunikasi dan berkonsultasi, selanjutnya para siswa akan melaksanakan banyak sekali macam bentuk berguru sesuai pilihannya, termasuk didalamnya melaksanakan Dialogue with Self dan Observing.

  • Membuat dialektika antara pengalaman dan dialog.

Melalui pengalaman (baik melalui doing dan observing) siswa memperoleh perspektif gres wacana apa yang benar (keyakinan) dan apa yang baik (nilai). Sementara melalui obrolan sanggup membantu siswa untuk mengkonstruksi banyak sekali makna dan pemahamannya.

Untuk menyempurnakan prinsip interaksi sebagaimana dijelaskan di atas yaitu dengan melaksanakan dialektika antara kedua komponen tersebut. Dalam hal ini, secara kreatif guru sanggup mengkonfigurasi dialektika antara pengalaman gres yang kaya dan mendalam dengan obrolan yang bermakna, sehingga pada risikonya siswa benar-benar sanggup memperoleh pengalaman berguru yang signifikan dan bermakna 
Sumber: Terjemahan bebas dan penyesuaian dari: L. Dee Fink. 1999 - Active Learning
Berbagai Sumber

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel