Meraih Kebahagiaan


Tidak ada orang yang ingin hidup tidak bahagia, semua orang ingin bahagia. Namun hanya sedikit yang mengerti arti senang yang sesungguhnya.

Hidup senang merupakan idaman setiap orang bahkan menjadi simbol keberhasilan sebuah kehidupan. Tidak sedikit insan yang mengorbankan segala-gala untuk meraihnya. Menggantungkan impian menjulang setinggi langit dengan puncak tujuan tersebut yaitu bagaimana hidup bahagia.
Hidup senang merupakan impian tertinggi setiap orang baik yang mukmin atau yang kafir kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Apabila kebahagian itu terletak pada harta benda yang bertumpuk-tumpuk maka mereka telah mengorbankan segala-gala untuk meraihnya. Akan tetapi tidak dia dapati dan sia-sia pengorbanannya. Apabila kebahagian itu terletak pada ketinggian pangkat dan jabatan maka mereka telah siap mengorbankan apa saja yang dituntut begitu juga teryata mereka tidak mendapatkannya. Apabila kebahagian itu terletak pada ketenaran nama maka mereka telah berusaha untuk meraih dengan apapun juga dan mereka tidak dapati. Demikianlah citra impian hidup ingin kebahagiaan.

Apakah tercela orang-orang yang menginginkan demikian? Apakah salah bila seseorang bercita-cita untuk senang dalam hidup? Lalu apakah hakikat hidup senang itu?

Pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan jawaban semoga tiap orang tidak frustasi saat dia berusaha menjalani pengorbanan hidup tersebut.

Allah berfirman:
“Barang siapa yang melaksanakan amal shaleh dari kalangan pria dan wanita dan dia dalam keadaan beriman maka Kami akan menunjukkan kehidupan yang baik dan membalas mereka dengan ganjaran pahala yang lebih baik dikarenakan apa yang telah di lakukannya.”

As-Sa’dy dalam Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah halaman 9 mengatakan: “Allah memberitahukan dan menjanjikan kepada siapa saja yang menghimpun antara kepercayaan dan amal shaleh yaitu dengan kehidupan yang senang dalam negeri dunia ini dan membalas dengan pahala di dunia dan akhirat.”

Dari kedua dalil ini kita sanggup menyimpulkan bahwa kebahagian hidup itu terletak pada dua kasus yang sangat fundamental yaitu kebagusan jiwa yang di landasi oleh kepercayaan yang benar dan kebagusan amal seseorang yang dilandasi oleh nrimo dan sesuai dengan sunnah Rasulullah Shalallah ‘Alahi Wasallam

Rasulullah Shalallah ‘Alahi Wasallam bersabda:
Dan tidaklah seseorang di berikan satu sumbangan lebih baik dan lebih luas dari pada kesabaran.”
Kesabaran itu yaitu Cahaya. Umar bin Khatthab Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Kami menemukan kebahagian hidup bersama kesabaran.”

As-Sa’dy rahilahullah mengatakan: “Rasulullah memberitakan bahwa seorang yang beriman kepada Allah berlipat-lipat ganjaran kebaikan dan buah dalam tiap keadaan yang dilalui baik itu senang atau duka. Dari itu kau menemukan bila dua orang ditimpa oleh dua hal tersebut kau akan mendapat perbedaan yang jauh pada dua orang tersebut yang demikian itu disebabkan lantaran perbedaan tingkat kimanan yang ada pada mereka berdua.” Lihat Kitab Al-Wasailul Mufiidah lil hayati As-Sa’idah halaman 12

Dalam meraih kebahagiaan dalam hidup insan terbagi menjadi tiga golongan:

Pertama orang yang mengetahui jalan tersebut dan dia berusaha untuk menempuh walaupun harus menghadapi resiko yang sangat dahsyat. Dia mengorbankan segala apa yang diminta oleh usaha tersebut walaupun harus mengorbankan nyawa. Dia mempertahankan diri dalam amukan angin puting-beliung kehidupan dan berusaha menggandeng tangan keluarga untuk bahu-membahu dalam menyelamatkan diri. Yang menjadi syi’ar yaitu firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.”

Karena usaha yang gigih tersebut Allah mencatat mereka termasuk kedalam barisan orang-orang yang tidak merugi dalam hidup dan selalu mendapat kemenangan di dunia dan di alam abadi sebagaimana yang telah disebutkan dalam surat Al- ‘Ashr 1-3 dan surat Al-Mujadalah 22. Mereka itulah orang-orang yang beriman dan berinfak shaleh dan merekalah pemilik kehidupan yang hakiki

Kedua orang yang mengetahui jalan kebahagian yang hakiki tersebut namun dikarenakan kelemahan kepercayaan yang ada pada diri menyebabkan dia menempuh jalan yang lain dengan cara menghinakan diri di hadapan hawa nafsu. Mendapatkan kegagalan demi kegagalan saat bertarung melawannya. Mereka yaitu orang-orang yang lebih menentukan kebahagian yang semu daripada harus meraih kebahagian yang hakiki di dunia dan di Akhirat kelak. Menanggalkan baju ketakwaan mahkota keyakinan dan menggugurkan ilmu yang ada pada dirinya. Mereka yaitu barisan orang-orang yang lemah imannya.

Ketiga orang yang sama sekali tidak mengetahui jalan kebahagiaan tersebut sehingga harus berjalan di atas duri-duri yang tajam dan menyangka kalau yang demikian itu merupakan kebahagian yang hakiki. Mereka siap melelang agama dengan kehidupan dunia yang fana’ dan siap terjun ke dalam kubangan api yang sangat dahsyat. Orang yang menyerupai inilah yang dimaksud oleh Allah dalm surat Al-‘Ashr ayat 2 yaitu “orang-orang yang niscaya merugi” dan yang disebutkan oleh Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 19 yaitu “Partai syaithon yang niscaya akan merugi dan gagal.” Dan mereka itulah yang dimaksud oleh Rasulullah dalam sabda beliau:
“Di pagi hari seseorang menjadi mukmin dan di sore hari menjadi kafir dan di sore hari mukmin maka di pagi hari dia kafir dan dia melelang agama dengan harga dunia.”

Banyak pelajaran yang sanggup kita ambil dalam hadits Rasulullah Shalallahu ‘Alahi Wasallam di antara yaitu kebahagian hidup dan kemuliaan ada bersama keteguhan berpegang dengan agama dan bersegera mewujudkan dalam bentuk amal shaleh dan dihentikan seseorang untuk menunda amal yang pada simpulan dia terjatuh dalam perangkap syaithan yaitu merasa kondusif dari jawaban budi anyir Allah Subhanahu Wata’ala. Hidup harus bertarung dengan fitnah sehingga dengan ada yang harus menemukan kegagalan diri dan terjatuh pada kehinaan di mata Alllah dan di mata makhluk-Nya. Wallahu ‘Alam . (Ustadz Abdurrahman Lombok)

Sumber: www.asysyariah.com

Berbagai Sumber

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel